MAKALAH
KEBUDAYAAN
MASYARAKAT MULTIKULTURALISME DI ERA GLOBALISASI
Untuk
Memenuhi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan
Pengampu
: Tri Handayani, SH., MH

Disusun
Oleh :
Frenursely
Kariyanti ( 115010645 )
Ami
Mufida ( 115010668
)
Amalina Firdaus (
115010670 )
FAKULTAS
FARMASI
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM SEMARANG
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Secara umum globalisasi adalah suatu fenomena khusus
dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan
merupakan bagian dari proses manusia global itu. Globalisasi menyentuh seluruh
aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan
permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan
globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Proses globalisasi ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu mengubah
dunia secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak orang,
mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Proses perkembangan
globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan
komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan
bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana dengan
teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan dapat
mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan
terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling
mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan
gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga
berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya
berpakaian, gaya rambut dan sebagainya.
Multikultualisme adalah pemahaman atas adanya
unsur-unsur yang berbeda dalam suatu konsep sehingga penekanan makna
multikulturalisme terletak adanya seb-isme yang mengakui perbedaan ada dalam
kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan (kompleks).
Multikulturalisme sendiri dimaknai sebagai hadirnya sejumlah masayarakat dan
kebudayaan serta berdampingan, dimana antara mereka saling terjalin suatu interaksi
dan dalam interaksi tersebut dikembangkan suatu pemahaman satu sama lain untuk
dapat saling menghargai, bertoleransi, rukun dan menghormati. Multikulturalisme
memposisikan manusia, masyarakat dan kebudayaan ada dalam kesejajaran dan
kehormatan yang sama dan seimbang, maka keberadaban terletak pada kesanggupan
untuk berpandangan, bersikap, dan bertindak atas nama kemuliaan bersama.
1.2
Identifikasi Masalah
Dalam masyarakat multikulturalisme di era globalisasi menimbulkan
berbagai masalah di bidang kebudayaan,misalnya :
- Hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara
- Terjadinya erosi nilai-nilai budaya
- Menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme
- Hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong
- Kehilangan kepercayaan diri
- Gaya hidup kebarat-baratan
1.3 Rumusan Masalah
Adanya globalisasi menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi
kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta
terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai
budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya
massa.
1.4 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh
globalisasi terhadap masyarakat multikulturalisme
2. Untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat multikulturalisme agar menjunjung tinggi kebudayaan bangsa
sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Globalisasi dan Budaya
Globalisasi yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat
masyarakat dunia termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima
kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah
satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan dapat
diartikan sebagai nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang
dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Menurut Koentjaraningrat
kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujud yang mencakup gagasan atau
ide, kelakuan dan hasil kelakuan, dimana hal-hal tersebut terwujud dalam
kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi
berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat
dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila
disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada
dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran
dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari
kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan
bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya.
Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput
dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan
cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam
memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang
tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam
globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh
negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan
tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik,
ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian. Globalisasi sebagai sebuah proses
ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu
mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah
menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa
cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga
melibatkan manusia secara menyeluruh. Menurut Simon Kemoni (Sosiolog Kenya) mengatakan
bahwa dalam proses globalisasi, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya
mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh
budaya asing. Dalam globalisasi,
berbagai bangsa harus mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah
pengalaman. Terkait dengan seni dan budaya, seorang penulis asal Kenya bernama
Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika
seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka
berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa
tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis
Kenya ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang
dahulu dipaksakan melalui imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih
luas dengan nama globalisasi.
2.2 Globalisasi dalam Kebudayaan Tradisional
Indonesia
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar
dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat
lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami
nusantara telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan
berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu
kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa
berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam
jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha
melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan
demikian berlangsung selama beberapa generasi.
Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa
lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan
oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses
globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga
terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang
terlekat di dalamnya masih tetap berarti. Masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya,
lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia
ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan
perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di
Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang
dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.
2.3 Perubahan Budaya dalam Globalisasi
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat
tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang
lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai
dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan
sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap
bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan
menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya
saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna
globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa
menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air.
Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang
kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu,
kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang
berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita.
Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa
teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya
khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau
akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian
tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu
dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang
semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran
hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika
dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa
menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari
berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin
tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia
yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja
bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun
istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian.
Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses
industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka
kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial.
Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai
tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua
kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih
menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus
tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi
komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga
alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya
masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional
yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian
tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata
Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat
disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional
Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu
agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah
kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur
sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan
contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi.
Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional,
melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat
di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati
begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni
pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi.
Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan
mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan
kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang
dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di atas
menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri,
terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak
panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk
kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan
zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu
beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang
wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap
diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan
secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun
lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan
besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional
kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian
tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap
beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu
bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
D. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh
terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan
telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap
memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi,
Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk
melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah,
gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas.
Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak
remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading
(alat musik batak). Saat ini,teknologi semakin maju, ironisnya
kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan
hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII).
Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain
dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah
baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan
bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah
dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu
budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal
dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu
sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak
muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti
penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak
muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti
OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang
sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan
sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion . Gaya
berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan
telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri
di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh
tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah
luar negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia .
Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan
hadirnya internet, turut serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian.
Pakaian mini dan ketat telah menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu
keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu
dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya
budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada
sisi inilah globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya
Timur (termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara
teknologi dan nilai-nilai ketimuran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengaruh globalisasi menimbulkan pengaruh yang
negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam
kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai menghilang. Akibatnya
teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di dalamnya, telah
menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan nilai baru
tentang kesatuan dunia. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda harus tetap
melestarikan kebudayaan bangsa kita sendiri agar dalam era globalisasi ini,
kebudayaan kita tidak semakin menghilang.
3.2 Daftar Pustaka
1.
Koenjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia.
2. http://www.google=pengaruh globalisasi
terhadap eksistensi kebudayaan daerah.com/
3. Handayani,
Tri. 2011. Diktat Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang
4. Hang Out
0 comments:
Post a Comment